Chairul Saleh, Tragedi Seorang Pejuang Kemerdekaan

PERTENGAHAN tahun 1965, dalam salah satu sidang kabinet Chairul Saleh bertikai dengan DN Aidit. Waktu itu Chairul adalah Wakil Perdana Menteri III/Ketua MPRS, sedangkan Aidit Ketua PKI (Partai Komunis Indonesia) dan juga Menteri/Wakil Ketua MPRS. Pertikaian meletus karena dalam sidang, Chairul menyodorkan dokumen yang antara lain menyebutkan, pimpinan PKI sedang merencanakan perebutan kekuasaan untuk menggulingkan Presiden Soekarno.

Tentu saja, Aidit membantah tuduhan tersebut. Dengan suara garang dia menolak. Kedua menteri ini, yang berteman sejak masa muda, nyaris baku hantam. “Saking geramnya, Chairul hampir saja mendaratkan tinjunya ke muka Aidit. Para pejabat tinggi yang hadir menyaksikan kejadian ini mencoba melerainya. Kedua menteri tersebut masih tetap ngotot. Dengan wajah geram dan urat leher menegang, Chairul memegang bibir meja dan mau mengangkatnya. Dengan cepat Presiden Soekarno langsung mengetukkan palu yang terdengar sangat keras. Hening sejenak. Dengan ini sidang saya tutup. Semua yang dibicarakan di sini, tak boleh (terdengar) keluar, kata Bung Karno.”

Insiden di atas berlangsung di Istana Bogor. Sebagai kajian kilas balik, peristiwa itu tampil sangat menarik. Pertikaian antara Chairul dan Aidit mengenai rencana pemberontakan PKI sudah muncul di tengah sidang kabinet, yang saat itu dipimpin langsung oleh Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi

Babakan ini ikut disebutkan dalam buku Chairul Saleh Tokoh Kontroversial karya sejarawan lulusan UGM Yogyakarta Dra Irna H.N. Hadi Soewito. Buku setebal 398 halaman dengan kulit berwarna merah darah yang mungkin sekali juga bakal segera jadi kontroversial ini diluncurkan dengan bersemangat, disaksikan hadirin yang sebagian besar lanjut usia, di bekas Gedung Stovia, Jakarta, hari Sabtu (1/7/1995)

Hampir delapan tahun lalu naskahnya telah selesai dikerjakan. Tetapi, berbagai penerbit dengan segala macam alasan, menolak menerbitkannya. “Kemudian, baru datang seorang teman lama yang sedia mengulurkan tangan,…sekarang puas sudah hati ini,” kata Irna dengan gembira, meskipun majalah Sarinah tempatnya bekerja, justru sedang diselimuti awan kelabu.

Apa yang terjadi dalam kehidupan Chairul Saleh bagaikan pusingan roda nasib, mengalir naik turun tanpa henti. Bahwa dia justru mengakhiri perjalanannya setelah mendadak diketemukan meninggal dunia di rumah tahanan militer Jakarta tanggal 8 Februari 1967, ikut membuktikan mengenai misteri yang menyelimuti banyak segi kehidupannya.

Sangat disayangkan, kematian tersebut menyeret segala kabut tentang dirinya ikut terkubur di Karet, Jakarta. Berdampingan dengan kuburan Johanna Siti Menara Saidah, istrinya yang setia mendampingi sejak tahun 1940, meskipun mereka tidak dikarunai keturunan.

* * *

NAMA lengkapnya Chairul Saleh Datuk Paduko Rajo, lahir 13 September 1916 di Sawahlunto (Sumatera Barat). Sebagai anak dokter, dia mendapatkan pendidikan terbaik, siswa sekolah dasar ELS Bukittinggi kemudian melanjutkan di HBS Medan. Menurut kesaksian BM Diah, “Di Medan, hampir setiap hari saya berpapasan dengan orang muda yang bersepeda. Pemuda itu tampan, badannya berisi dan caranya mengayuh sepeda seperti atlet terlatih.”

“Saya mengenal Chairul waktu saya jadi mahasiswa RHS. Pada waktu itu dia Ketua Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia,” kata Subadio Sastrosatomo sambil melanjutkan, “Kesan saya, dia selalu memonopoli semangat nasionalisme, sebab dia menilai mahasiswa yang tidak menjadi anggota PPPI bukan nasionalis. Sebagai mahasiswa RHS, jalannya, gayanya selalu menunjukan, ini lho nasionalis.” Sementara SK Trimurti, tokoh wanita pejuang melukiskan, “…penilaian saya, Chairul selalu kurang ajar. Maklum, dia tokoh pemuda dan selalu berjiwa muda.”

Bahwa Chairul tokoh pemuda yang konsisten dalam kata dan tindakannya, nampak menjelang runtuhnya kekuasaan Jepang. Ia mengajak teman-temannya menentang kaum tua yang masih percaya kepada ketulusan sikap Jepang, membantu persiapan kemerdekaan Indonesia. Ia menolak ikut keanggotaan Badan Persiapan Usaha Pencarian Kemerdekaan Indonesia. Ia juga berada di balik aksi penculikan Bung Karno-Bung Hatta sehari menjelang proklamasi kemerdekaan.

Sumbangan terbesar Chairul mungkin pada keberaniannya mempertahankan pendapat saat perumusan Naskah Proklamasi. Bung Karno, yang (mungkin) mengacu kepada penyusunan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, meminta semua hadirin bertanggung jawab, karena itu mereka harus mencantumkan tanda tangan. Sebaliknya, Chairul dengan tegas menentang. Ia berpendapat, sebagian dari hadirin adalah pegawai Jepang. Bagaimana mungkin, mereka ikut menandatangani proklamasi? Apa sumbangan mereka kepada perjuangan kemerdekaan?

Chairul ngotot mempertahankan pendapatnya. Ia tidak mau berkompromi. Kenekatannya saat itu dalam mempertahankan keyakinan mungkin malahan bisa menggagalkan pembacaan proklamasi. Akhirnya, Bung Karno menyerah. Naskah proklamasi, atas nama bangsa Indonesia, (hanya) ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta.

Pada sisi lain, selaku penentang Konferensi Meja Bundar, Chairul kembali masuk hutan, begitu kedaulatan Indonesia diserahkan. Ia memimpin laskar rakyat dan berjuang melawan Republik Indonesia Serikat. Tahun 1950 Chairul ditangkap Kolonel Nasution, dipenjarakan dan kemudian dibuang ke luar negeri. Dia muncul kembali di Tanah Air, persis ketika Bung Karno sedang menata pemerintahan dengan prinsip Demokrasi Terpimpin.

Kali ini, Chairul dengan sadar menjadi pendukung gigih Presiden Soekarno. Sebaliknya, Bung Karno yang saat itu sedang memperluas basis dukungan politik, memerlukan dukungan massa pemuda yang dikuasai Chairul. Bintang Chairul melesat. Diangkat jadi Menteri Veteran, lalu Menteri Perindustrian Dasar dan Pertambangan sampai akhirnya, Wakil Perdana Menteri III. Kecuali itu, jabatan politiknya melonjak, dari Ketua Angkatan 45 diangkat selaku Ketua MPRS.

Dari sekian jejaknya, masyarakat masa kini mungkin tak tahu tekad Chairul membela prinsip negara kepulauan. Konsepsinya mengenai Wawasan Nusantara, di mana batas teritorial secara sepihak ditentukan 12 mil laut (agar semua laut yang ada di antara pulau-pulau jadi wilayah teritorial) langsung diberlakukan pemerintah Indonesia tanggal 13 Desember 1957. Pemikiran Chairul ini baru bisa disahkan tahun 1982 dalam konvensi internasional tentang Hukum Laut di Montego Bay, Jamaika. “Perjuangan tersebut memakan waktu 25 tahun. Saya beruntung mendapat dorongan dari Uda Chairul Saleh. Dari tidak ada sampai tercipta dan diterimanya konsepsi Wawasan Nusantara, sekaligus diterimanya konsepsi baru kita ini,” kata Prof Dr Mochtar Kusuma Atmadja mengenang keteladanan Chairul.

* * *

TETAPI, sejarah sering menyeret seseorang ke arah lain. Pada masa Orde Lama, massa komunis dengan gegap gempita menuding Chairul gembong kapitalis birokrat yang harus dilenyapkan. Namun, dalam masa pancaroba kebangkitan Orde Baru, dia malahan masuk tahanan karena dianggap pendukung Soekarno. Meskipun telanjur mati dalam tahanan (8 Februari 1967) dan tidak sempat diajukan ke depan sidang pengadilan, “…yang dapat saya beritahukan, Bung Chairul tidak terlibat G30S/PKI,” begitu pernyataan Panglima TNI-AD Jenderal Soeharto, ketika secara pribadi mengirimkan ucapan bela sungkawa kepada istri Chairul Saleh.

Pertanyaannya kini, sebagai politikus ulung yang pasti membaca tanda-tanda zaman, mengapa dia tidak mau pindah posisi ketika fajar kebangkitan Orde Baru muncul di cakrawala? Mengapa dia tidak sebagaimana Adam Malik, rekannya sesama tokoh Murba, melakukannya? Mengapa Chairul tidak menjadi tikus-tikus yang berebut meninggalkan kapal karam, seperti kelakuan rekan-rekannya semasa regim Soekarno mulai nampak menyurut?

Analisis tentang ini dengan indah dilukiskan oleh Mochtar Lubis. “…tak ubahnya seperti pahlawan Yunani kuno, melakukan apa yang mereka yakini harus mereka lakukan, karena itulah suratan hidup yang ditentukan para dewata. Mereka tahu yang menanti adalah nista dan maut. Namun, dalam tragedi yang mereka masuki dengan kesadaran, mereka mencapai kebesaran yang tidak sempat diraih semasa (mereka) masih hidup.”

“…di mata saya, sebagai seorang sahabat, dia tampil sebagai tokoh pahlawan tragis,” kenang Mochtar Lubis. Chairul Saleh dengan penuh kesadaran melangkah menjalani nasib yang dipilihnya, karena itulah kewajiban yang harus dilaksanakan. Inilah puncak tragedi seorang pejuang kemerdekaan yang sangat memilukan.

Julius Pour, pada harian Kompas, Rabu, 5 Juli 1995

Posted in chairul saleh, Indonesia, pahlawan, pejuang kemerdekaan, politik, sejarah indonesia | 2 Comments

Gerhana

Allah SWT telah berfirman :

“Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (Q.S. Ar Rahman : 5)

Dan firman Allah SWT dalam Al Qur’an surah Yunus ayat 5 yang artinya :

“Dialah yang telah menjadikan matahari terang cemerlang dan bulan bercahaya, dan telah Dia tentukan untuknya tempat-tempat perjalanannya, supaya kamu ketahui bilangan tahun-tahun dan hitungannya. Tidaklah Allah menjadikan yang demikian, melainkan dengan benar. Dia jelaskan tanda-tanda untuk kaum yang mau mengetahui.”

Allah menciptakan bumi berputar dari barat ke timur, yang sekali berputar terjadi siang dan malam yang masanya 24 jam. Bumi juga beredar mengelilingi matahari yang sekali peredarannya lamanya 365 hari 5 jam 48 menit 45,17 detik, disebut tahun syamsiah.

Perhitungan dalam kalender diambil bulatnya (365 hari). Dengan begitu dalam setahun akan kurang waktu 5 jam 48 menit 45,17 detik (¼ ha­ri). Tentu dalam masa 4 tahun akan kurang satu hari. Supaya ini tidak terjadi, maka tahun ke-4 dijadikan 366 hari. Yang sehari itu dimasukkan ke bulan Februari (tahun ke 4 Februari tidak 28 hari tetapi 29 hari).

Dan bulan beredar pula mengelilingi bumi, dan bersama-sama bumi keduanya beredar mengeli­lingi matahari. Dengan peredaran ini maka posisi bulan, bumi dan matahari selalu berobah menurut perobahan masanya. Terkadang-kadang letak bulan, bumi dan matahari pada satu garis lurus yang menyebabkan tertutup cahaya matahari. Inilah yang menyebabkan terjadi gerhana.

Ada 2macam gerhana, yaitu: gerhana mataha­ri (kusuf) dan gerhana bulan (khusuf).

I. GERHANA MATAHARI

Gerhana matahari (kusuf) terjadi kalaubulan berada antara bumi dan matahari  pada satu garis lurus. Letak yang seperti ini menyebabkari cahaya matahari kebumi tertutup oleh bulan (sebahagiannya atau seluruhnya). Gerhana matahari ini ada tiga macam:

  1. Gerhana sebahagian (juz’ii), hanya sebahagian matahari yang tertutup oleh bulan.
  2. Gerhana gelang (halaqi), matahari kelihatan di sekeliling bulan.
  3. Gerhana penuh (kully), kalau seluruh matahari tertutup oleh bulan, menyebabkan terjadi gelap (hari kelam), yang lamanya 5 menit atau 6 menit.

Keterangan:

  • Gerhana bahagian adalah yang paling banyak terjadi dari yang lain. Gerhana ini terjadi juga sebelum dan sesudah gerhana gelang atau gerhana penuh.
  • Gerhana gelang terjadi di waktu bulan berada di tengah-tengah matahari (ini juga beberapa menit saja). Sebab terjadi gerhana gelang ini waktu letak bulan jauh dari bumi. Sejauh-jauh bulan dari bumi 405.530 km.
  • Gerhana penuh terjadi diwaktu seluruh matahari tertutup oleh bulan yang juga dalam waktu beberapa menit. Tertutup seluruh matahari itu karena bulan dekat ke bumi. Sedekat-dekat bulan ke bumi 353.310 km. Sebenarnya bulan itu kecil dari bumi, sedang matahari  jauh lebih besar dari bumi. Tertutup matahari oleh bulan disebabkan letak matahari sangat jauh dari  bulan. Gerhana matahari itu adalah ijtima’, tetapi tidak tiap-tiap ijtima’ terjadi gerhana matahari, karena tidak terletak pada garis lurus.

Gerhana matahari kalau terjadi ialah di hari akhir bulan Hijriy, yaitu tanggal 29 atau 30. Dan besoknya adalah awal bulan baru.

II. GERHANA BULAN

Gerhana bulan (khusuf) terjadi kalau bumi yang berada antara bulan dan matahari pada satu garis lurus. Menurut letak seperti ini, cahaya matahari ke bulan tertutup oleh punggung bumi, menyebabkan bulan tidak penuh. Biasanya seluruh cahaya yang diterima bulan dari matahari dipantulkannya ke bumi, karena bumi tidak terletak pada garis lurus antara matahari dan bulan.

Gerhana bulan ini terjadi di pertengahan bu­lan Hijriy, yaitu pada tanggal 14 atau 15 atau 16 bulan Hijriy.

III. GERHANA MENURUT SYARI’AH

Kalau terjadi gerhana disyari’atkan bermacam-macam ibadah seperti: berdo’a, takbir, ber-sedekah dan shalat gerhana/khutbah.

“Dari Mughirah bin Syu’bah: ia berkata: ‘telah terjadi gerhana matahari pada hari wafat Ibrahim putera Nabi saw. Kata orang banyak: terjadi gerhana karena Ibrahim wafat’. Maka lantas dijawab oleh Rasulullah saw.: ‘Bahwasanya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Tidak terjadi gerhana karena wa­fat atau lahirnya seseorang. Maka apabila kamu melihatnya, maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah sehingga habis gerhana.’”

Dan pada hadits lain Rasulullah saw. bersabda:

“Maka apabila kamu melihat yang demikian, pohonkanlah do’a kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah serta bersedekah lah. Demi Allah, jikalau kamu ketahui apa yang aku ketahui, sesungguhnya sedikit kamu tertawa dan banyak kamu menangis.”

IV. SHALAT GERHANA

Shalat gerhana (matahari atau bulan) dapat dikerjakan sendirian sekiranya tidak ada kawan. Sebaiknya dikerjakan berjama’ah. Kalau hanya seorang disirkan, dan kalau berjama’ah dijaharkan.

Sesudah shalat jama’ah disyariatkan pula berkhutbah.

Adapun cara shalat gerhana menurut yang lebih kuat:

Dikerjakan 2 raka’at dengan 4 ruku’ dan 4 sujud.

Pada raka’at pertama (seperti shalat biasa) sesudah Al-Fatihah dan ayat-ayat, kita ruku’ dan sesudah i’tidal kita kembali membaca Al-Fa­tihah dan ayat-ayat. Dan sesudah ruku’ kedua dan i’tidal, baru kita sujud 2 (dua) kali seperti biasa.

Pada raka’at kedua kita kerjakan sebagaimana pada raka’at pertama tadi, dan baru kita tasya-hud dan salam.

Sesudah shalat baru berkhutbah.

Dari buku: Gerhana Bulan dan Matahari, Uraian populer berdasarkan ilmu Falak dan Tuntunan Shalat Gerhana (Kusuf dan Khusuf) oleh Arius Syaikhy Al-Falaki (1983)

Posted in fenomena alam | Tagged , , | Leave a comment

Berikan Cintamu Kepada Orang Tua

Berikan Cintamu Kepada Orang Tua

Oleh: Andrew Ho *

“Cinta orang tua sepanjang masa, cinta anak sepanjang galah.”

Master Cheng Yen pernah berkata,”2 hal yang tidak bisa ditunda adalah beramal dan berbakti kepada orang tua Anda.”

 

Konon ada sepasang suami istri lansia hidup di pedesaan di daerah terpencil. Sang suami adalah seorang profesor dan mantan dosen yang sudah pensiun 10 tahun lalu. Sejak 10 tahun pula pasangan tersebut hidup di desa, menjalankan aktifitas berkebun, membaca, jalan-jalan, dan seterusnya selalu bersama-sama.

Suatu hari, sang istri tiba-tiba meninggal dunia saat istirahat. Kenyataan tersebut sangat memukul sang profesor. Ia tak pernah menduga akan kehilangan satu-satunya teman hidup yang mencintai dan setia menemani di usia senjanya.

Dua minggu berlalu, tetapi sang profesor mulai bertingkah aneh. Ia membagi-bagikan bunga kepada para tetangga dan mengembalikan semua buku yang pernah ia pinjam. Ia bahkan menemui seorang notaris dan menitipkan surat wasiatnya.

Pada suatu malam, ia menulis surat wasiat lagi. Di hadapannya sudah tersedia sebotol racun yang akan segera ia tenggak agar dapat menyusul cintanya yang sudah pergi mendahului. Belum sempat ia meraih botol racun tersebut, tiba-tiba telponnya berdering.

Dengan terpaksa ia bangun dari tempat duduk dan meraih gagang telpon. Di seberang telpon ia mendengar suara yang sangat ia kenal. “Ayah, saya sekarang ada di bandara. Saya ingin pulang ke rumah dan mendampingi ayah,” ujar putri satu-satunya.

Profesor tersebut sangat bahagia mendengar kabar tersebut. Ia merasa masih disayangi dan dicintai. Serta merta ia mengurungkan niat minum racun. Suatu ketika ia bercerita kepada salah seorang temannya, “Sesuatu yang paling berkesan sehingga saya urung bunuh diri, bukanlah ilmu pengetahuan, dokter jiwa, atau kekayaan, melainkan perasaan dicintai.”

Suatu ketika nanti akan tiba saat kehadiran kita sangat dibutuhkan oleh orang tua, nenek dan kakek, atau siapapun yang telah merawat dan membesarkan kita. Bila saat tersebut tiba, mungkin mereka tak pernah mengaku atau berterus terang bahwa mereka sangat membutuhkan kehadiran kita.

Keadaan mereka mungkin mirip dengan keadaan kita sewaktu masih bayi dan sangat membutuhkan kasih sayang and perlindungan mereka. Sekarang mereka membutuhkan kita seperti kita dulu membutuhkan mereka untuk dapat bertahan hidup; mandi, makan, berpakaian dengan layak, dan lain sebagainya. Mungkin kita tak pernah ingat semua kebaikan mereka, tetapi kita harus pahami bahwa mereka telah mencurahkan kasih sayang dan perhatian terbaik untuk kita.

Seiring berjalannya waktu, orang-orang yang telah berjasa itu akan memasuki usia senja. Lalu apakah kita sudah mempersiapkan segala hal untuk membahagiakan dan memberikan rasa nyaman kepada mereka? Tentu saja kita akan memerlukan sejumlah dana, kesabaran atau kemampuan selalu bersikap baik kepada mereka. Mungkin akan terasa berat memberikan perhatian lagi kepada mereka, tetapi cobalah menyimak beberapa hal berikut ini agar kita selalu dapat mengingat perhatian dan kasih sayang mereka yang luar biasa.

  1. Ingatlah bahwa merekalah yang menjadikan diri Anda seperti sekarang ini. Mereka memperhatikan semua kebutuhan Anda, setidaknya sampai usia Anda 10 tahun. Ketika kita masih bayi, mereka tak segan mengganti popok, memandikan, menimang, dan kurang tidur karena harus menjaga Anda. Pikirkan bahwa sangat banyak yang telah mereka lakukan untuk Anda.
  2. Mereka selalu memberikan yang terbaik untuk Anda. Mereka memilih Anda hadir ke dunia dengan memberi Anda segala yang terbaik dengan sekuat tenaga dan seluruh kemampuan mereka. Adakah tanda cinta lain yang lebih penting dari semua itu?
  3. Mereka telah banyak berkorban agar Anda mendapatkan kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan kehidupan mereka sendiri. Apakah Anda sudah mengetahui dan menghargai hal itu? Tidakkah Anda ingin melakukan hal yang sama untuk mereka?

Saya hanya ingin menyampaikan bahwa mereka telah berjuang dan berkorban lebih banyak dari yang pernah Anda dengar atau ketahui. Mereka berusaha keras agar kehidupan Anda relatif lebih mudah. Tidakkah Anda ingin membalas segala yang telah mereka berikan? Sebab mereka berhak mendapatkan kehidupan yang layak, setidaknya kehidupan yang sama seperti yang telah mereka usahakan untuk Anda.

 Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai bentuk cinta kita kepada orang tua atau orang-orang yang telah membesarkan kita. Salah satunya adalah dengan mengajak mereka berkomunikasi. Gunakanlah kata-kata yang baik, dan jangan pernah menggunakan kata-kata negatif atau kasar karena pasti hal itu akan membuat hati mereka terluka.

Berikan yang terbaik untuk mereka dengan sepenuh hati. Luangkan waktu bersama, bersikap menyenangkan serta menentramkan hati mereka. Jangan segan jika harus mengagendakan waktu atau biaya ekstra untuk menyenangkan atau untuk perawatan kesehatan ketika mereka sakit.

Mulailah memberikan yang terbaik untuk mereka sekuat tenaga, sebagai bentuk cinta kita terhadap mereka. Sebab jika mereka sudah tidak ada, Anda tidak akan pernah lagi mendapatkan kesempatan membalas cinta kasih mereka. Sekali lagi, jika bukan dari sekarang, belum tentu esok masih ada kesempatan!

* Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best-seller.



Posted in Uncategorized | Tagged | Leave a comment

Muhammad Yamin: Saya tidak Menerima

TOKOH ini memang istimewa. Teguh dalam prinsip sampai memberi kesan ngotot dan keras kepala. Misalnya, ketika dr KRT Radjiman Wediodiningrat, Ketua BPUPKI, menunjuknya sebagai anggota panitia keuangan, saat sidang tanggal 11 Juli 1945 akan ditutup, dia bilang, “Saya tidak menerima.”

Alasannya jelas. Dia merasa tak punya pengalaman dan pengetahuan dengan uang. Dia guru besar bidang hukum. Beberapa jam sebelumnya, masih dalam sidang 11 Juli, dia menguraikan dasar-dasar hukum negara. Uraian itu adalah kelanjutan pidatonya tanggal 29 Mei 1945, di mana Yamin tampil sebagai pembicara dalam sidang BPUPKI yang pertama. Soal ketatanegaraan dia terlihat sangat fasih dan siap, sama seperti kefasihan Supomo dan Soekarno yang kemudian memperoleh kesempatan berbicara.

Walaupun Soekarno sudah meminta langsung agar Yamin dimasukkan dalam keanggotaan panitia kecil, walaupun sebagian besar anggota panitia ini meminta Yamin masuk, keputusan Radjiman tak bisa diubah. “Sudah selesai. Sebetulnya saya harus membebaskan lagi tuan Yamin, tetapi itu tidak bisa,” ujar Radjiman, yang kemudian dikomentari Yamin, “Saya tidak menerima.”

Dalam soal ini, belakangan ada yang menafsirkan, kegigihan Yamin tak mengalahkan kepekaan Radjiman. Sebagai ketua, Radjiman menangkap suasana. Kalau Yamin ditempatkan dalam satu sesi dengan Soekarno dan Supomo, pasti terjadi perdebatan seru. Dan tidak mustahil, pendapat-pendapat Yamin akan menang, atau sidang panitia kecil yang dipimpin Soekarno itu berlarut-larut, tidak segera menghasilkan sebuah rancangan UU Dasar.

Keteguhan Yamin memang teruji. Ketika UUD disahkan, ketika semua anggota berdiri menyatakan setuju, Yamin tetap duduk. Sampai ketua Radjiman menyindir, “saya lihat tuan Yamin belum berdiri.” Yamin toh tetap duduk di tempat.

***

MENURUT Sutrisno Kutoyo, penulis buku Prof. H. Muhammad Yamin SH (Depdikbud, 1981, 130 halaman), Yamin adalah seorang pujangga, ahli pikir, sastrawan, ahli sejarah, ahli politik, cendekiawan dan budayawan. Seorang yang teguh dalam pendirian, dan selalu yakin akan kebenaran pendiriannya. Seluruh kehidupannya dia curahkan untuk tercapainya kejayaan Indonesia.

Penilaian Sutrisno benar. Sebagai pengarang buku, Yamin termasuk produktif, terserak dalam berbagai bidang, mulai dari kebudayaan, biografi, puisi hingga catatan-catatan rapat termasuk rapat-rapat sidang BPUPKI yang kemudian menjadikan pelengkap edisi ketiga buku Risalah Sidang BPUPKI terbitan Sekretariat Negara 1995.

Bahkan ada yang menggolongkan Yamin sebagai perintis Pujangga Baru bersama Rustam Effendi, Sanusi Pane sebelum akhirnya diteruskan oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Amir Hamzah. Karena itu Abu Hanifah menempatkan secara khusus posisi kepenyairan Yamin berdampingan dengan Rustam Effendi dan Sanusi Pane. Yamin pula yang mengoreksi tanggal wafat Pangeran Diponegoro bukan 8 Februari 1855 tetapi 8 Januari 1855.

Keterlibatannya dalam perjuangan kepemudaan dimulai dari kesertaannya dalam Jong Soematranen Bond (Pemuda Sumatra) bersama Drs Mohammad Hatta. Cita-citanya tentang kebangsaan Indonesia, berkembang dari lingkup daerah menjadi kebangsaan (seluruh) Indonesia, terlihat pada konsep Resolusi Kongres Pemuda yang kemudian kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Dialah konseptor draft resolusi. Usul disampaikan kepada Sugondo, di sela Mr Soenario menyampaikan ceramah tentang persatuan-kesatuan pemuda.

Sepadan dengan cita-cita kejayaan Indonesia, usulannya tentang wilayah negara berkesan “ekspansionistis”. Dalam sidang BPUPKI tanggal 10 Juli, dia ungkapkan bahwa tanah tumpah darah Indonesia adalah daerah kepulauan delapan dengan pulau-pulau sekelilingnya, yaitu Sumatera, Melayu, Borneo, Jawa, Sulawesi, Sunda Kecil, Maluku, Papua bersama semua pulau kecil sekitarnya kecuali pulau-pulau sekitar Maluku. Keinginan itu, katanya, bukan keinginan sekarang melainkan jauh beribu-ribu tahun sebelumnya, melewati Gajah Mada hingga sekarang. Oleh anggota BPUPKI, Soetardjo, Syonanto (Singapura) pun disusulkan masuk Indonesia.

Pendiriannya tentang batas wilayah begitu meyakinkan, sama kuatnya dengan dua pendirian lainnya. Ketua Radjiman lantas mengadakan setem (pemungutan suara) pada sidang tanggal 11 Juli.

Mengingatkan kejayaan masa lampau dengan bintangnya Sriwijaya dan Majapahit, Yamin ingin menegaskan bahwa dalam menyusun batas wilayah dan undang-undang dasar, mestilah kebesaran itu memberikan inspirasi. Katanya, “orang Timur pulang kepada kebudayaan Timur.” Tambahnya, sejak Majapahit runtuh pada abad ke-16, di Indonesia terdapat sekitar 300 negara kecil. Tetapi karena hanya berupa negara pusaka, mereka tidak perlu dimasukkan dalam wilayah negara Indonesia Merdeka.

***

SETELAH Proklamasi Kemerdekaan, di tengah berkembangnya berbagai aliran politik, di mana posisi Mohammad Yamin? Dari dua aliran kuat sosialisme, antara Syahrir dan Tan Malaka, Yamin lebih condong pada Tan Malaka − bahkan yang terakhir ini termasuk tokoh yang dikagumi seperti ditulisnya dalam biografi Tan Malaka. Dalam badan Persatuan Perjuangan sebagai lembaga oposisi Kabinet Syahrir yang dimotori Tan Malaka, Yamin duduk sebagai salah satu pimpinan. Badan ini berdiri awal Januari 1946 menentang siasat berunding dengan Belanda dalam mempertahankan kemerdekaan. Mereka yakin dengan mehghimpun seluruh kekuatan rakyat, kemerdekaan bisa dipertahankan.

Seperti ditulis Sutrisno Kutoyo, setelah Syahrir mundur dari kabinet, kemudian Presiden Soekarno meminta membentuk Kabinet Syahrir II, oposisi bukannya surut. Syahrir diculik yang digerakkan oleh Tan Malaka, tapi menurut Tan Malaka (Dari Penjara ke Penjara) justru digerakkan oleh Yamin. Syahrir atas perintah Soekarno dikembalikan ke Yogyakarta. Terbentuklah Kabinet Syahrir III.

Di mana Yamin? Bersama sejumlah tawanan politik yang dia lepaskan dari penjara Wirogunan Yogyakarta, ia mendatangi Presiden Soekarno, menyampaikan petisi agar Kabinet Syahrir dibubarkan dan diganti kabinet baru.

Tindakan ini dianggap makar. Yamin ditahan. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa 3 Juli 1946. Selama dua tahun ditahan dengan tempat yang berpindah-pindah, dijatuhi hukuman empat tahun dalam sidang pengadilan tanggal 27 Mei 1948, tetapi pada tanggal 17 Agustus 1948 mendapat grasi. Masuk pedalaman daerah gerilya, kembali ke Yogyakarta dan pada tahun 1949 diangkat sebagai penasihat Delegasi RI ke KMB yang dipimpin Moh. Hatta. Tahun 1950 kembali ke Indonesia, menjadi anggota DPR yang berpenampilan bijak, oratoris, brilyan serupa ketika duduk dalam Volksraad tahun 1939-1943.

Tahun 1951 Yamin diangkat sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet Sukiman-Suwiryo hanya dua bulan, karena dicopot atas kebijaksanannya membebaskan Chaerul Saleh yang ditahan karena, sebagai pemimpin pemuda ia tidak setuju dengan hasil-hasil KMB. Ditawari sebagai dubes, tetapi menolak dan perhatiannya dicurahkan pada kegiatan menulis, di antaranya sebagai Pimpinan Redaksi SK Mimbar Indonesia bersama antara lain Jusuf Wibisono, Pangeran Noor, Darsyah Rahman dan Adi Negoro.

Bulan Juli 1953-Juli 1955, menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Tinggalannya adalah berdirinya Perguruan Tinggi Pendidikan Guru, embrio dari IKIP. la mendirikan berbagai universitas di berbagai kota karena berpandangan, dengan adanya sebuah universitas negeri di setiap propinsi, kegiatan intelektual pun tersebar di daerah bukan hanya di Jawa.

Bulan Juli 1958 Yamin diangkat sebagai Menteri Sosial, lantas Menteri Inti Urusan Khusus, dan pada Pebruari 1960 sebagai Menteri dalam Kabinet Inti (Ketua Dewan Perancang). Jabatan terakhirnya (1962), seperti ditulis Sutrisno Kutoyo, adalah Wakil Menteri Pertama Urusan Khusus/Menpen.

Pada tanggal 17 Oktober 1962, salah satu Bapak Bangsa kelahiran Sawanlunto tanggal 23 Agustus 1903 itu meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Pudingsawah Tapian, dekat Talawi, sesuai permintaan almarhum agar dimakamkan berdampingan dengan ayahnya, Usman Gelar Bagindo Khatib. Meninggalkan seorang putra, Rahadiyan dari pernikahannya dengan RA Siti Sundari dari Semarang.

***

SOSOK Yamin memang penuh kontroversi. Dalam rubrik Tokoh, (Prisma, 3 Maret 1982), Bakri Siregar mencatat adanya sejumlah sorotan kecurigaan setelah 20 tahun Yamin meninggal. Sorotan itu menyangkut wataknya yang sulit, tidak bisa supel dalam pergaulan.

Masih dari catatan Bakri Siregar disebutkan bahwa Prof. Harsya W. Bachtiar, saudara dekat Yamin, berkomentar bahwa Yamin itu pandai. Dan karena kepandaiannya, dia cenderung meremehkan orang lain.

Apa pun kontroversinya, Yamin tetaplah sosok yang menarik, yang berjasa dan terlibat dalam sejarah perjuangan bangsa ini merebut kemerdekaan. Keteguhannya menolak penunjukan KRT Radjiman, menunjukkan kekukuhan bertahan dalani prinsip. Itupun sebuah keunikan, barangkali juga keutamaan.

(Penulis: St. Sularto)

Dari Harian Kompas, Sabtu, 8 Juli 1995

Posted in Indonesia, m yamin, pahlawan, pejuang kemerdekaan, politik, sejarah indonesia | Leave a comment

Puisi Chairil Anwar (tidak berjudul)

Biar malam kini lalu,
tjinta, tapi mimpi masih ganggu
jang bawa kita bersama sekamar
tinggi seperti gua dan sebisu
stasion achir jang dingin
dimalam itu banjak berdjedjer siur katil-katil
Kita terbaring dalem sebuah
jang paling djauh terpentjil
Bisikan kita tidak patju waktu
kita bertjiuman, aku gembira
atas segala tingkahmu,
sungguhpun jang lain disisiku
dengan mata berisi dendam
dan tangan lesu djatuh
melihat dari randjang.
Apakah dosa, apakah salah
ketjemasan berlimpah sesal
jang djadikan aku korban
kau lantas lakukan dengan tidak sangsi
apa jang tidak bakal aku setudju?
dengan lembut kau tjeritakan
kau sudah terima orang lain
dan penuh sedih merasa
aku orang ketiga dan lantas djalan.

Sadjak ini adalah salah satu dari sadjak2 peninggalan Chairil Anwar jang belum pernah diumumkan, dari koleksi S. Suharto. Diketemukan bersama-sama dengau 11 sadjak lain. 1 pasang sepatu, 1 kemedja, ½ kg gula, rekening dokter jang belum dibajar dan wang R 1.—
Red. MI.

Dari Majalah Mimbar Indonesia

Posted in puisi | Tagged , , | Leave a comment

Maklumat No. 2: Penyerahan Kota Payakumbuh dari NICA kepada Republik Indonesia

maklumat

Posted in Indonesia, sejarah indonesia | Tagged , , , | Leave a comment

Pidato Wakil Presiden Hatta ditjorong Radio Republik Indonesia Bukit Tinggi

Pendengar jang terhormat,

Merdeka,

Beresok mulai tahun baru, tahun 1948. Apa artinja tahun baru. Sebenarnja tak lain dari perhitungan waktu sadja jang telah lazim telah dipakai dalam dunia internasional. Perhitungan waktu, untuk mengukur perdjalanan masa, jang didasarkan kepada peredaran matahari.

Hari besar sebenarnja besok tidak. Hari besar kita jang beriwajat ialah tanggal 17 Agustus, hari kemerdekaan kita. Hari besar agamapun tidak, karena Hari Besar jang diperingati oleh berbagai golongan agama tidak ada  persangkutannja dengan 1 Djanuari. Tetapi dunia internasional sudah membiasakan memperingati ulangan tahun kalender, jang artinja, seperti jang saja katakan tadi, tak lain daripada perhitungan waktu, permulaan bilangan masa menurut ukuran edaran matahari, atau lebih benar, menurut ukuran edaran bumi sekeliling matahari.

Manusia jang bekerdja perlu sewaktu-waktu mengadakan perhitungan tentang apa jang telah diperbuatnja berhubung dengan tudjuan hidupnja.

Perlu pula membuat rentjana apa jang mesti dikerdjakan untuk masa datang, dengan berangsur-angsur. Masa datang seluruhnja tidak tertindjau oleh otak manusia jang terbatas kekuatannja. Sebab itu diadakan rentjana dari tahun ketahun, ada djuga meliputi masa 5 tahun, 10 th.

Orang dagang membiasakan membuat balans pada penghabisan tahun, untuk mengetahui rugi-laba dalam ta-hun jang lalu serta keadaan harta-benda dan utang piutang pada saat itu. Semuanja itu sebagai dasar untuk me-mulai usaha baru dalam tahun jang akan datang. Negara djuga, umumnja, membiasakan membuat rantjangan begai negara tidak selamanja sama dengan tahun kelender. Djuga perdjuangan politik sering ditindjau dari tahun ke tahun untuk mengetahui madju mundurnja. Semuanja itu akibat dari pada sifat manusia jang rasionil. Sewaktu-waktu diperbuat perhitungan tentang apa jang telah dikerdjakan dan membuat rentjana tentang apa jang hendak diusahakan. Manusia jang menuju kemadjuan harus bekerdja dengan pedoman “mentjapai jang sebaik2nja”.

Pada ulangan tahun kelender ini inginlah saja menindjau dengan sepatah kata keadaan negara kita, dalam perdjuangan mempertahankan kemerdekaan, dan keadaan tenaga dan organisasi rakjat dalam menjempurnakan tjita2 kita.

Dalam perdjuangan kita untuk menegakkan Negara Republik Indonesia tidak begitu lantjar, tetapi itu adalah si-fat dari pada tiap2 perdjuangan. Perdjuangan menghendaki korban, penderitaan dan kesabaran serta kejakinan akan kemenangan tjita2. Kita harus bersedia berdjuang untuk waktu jang lama sekali. Dan kita harus mendjaga supaja dasar perdjuangan kita tetap sutji, sebab kesutjian tjita2 itulah jang mendjadi kekuatan kita.

Tahun jang lalu ini menjatakan kepada kita, bahwa kemerdekaan kita bergantung kepada dua hal. Pertama kekuatan tenaga kita sendiri, dan kedua, simpati dunia internasional terhadap kita.

Simpati dunia internasional dimasa sekarang hanja sedikit bergantung kepada tjita2 besar seperti “hak tiap2 bangsa untuk menentukan nasibnja sendiri”. Tjita2 besar itu biasanja lahir dalam waktu penderitaan jang mahahebat, seperti perang dunia pertama dan kedua, waktu demokrasi Barat terantjam oleh desakan militairisme dan fascisme atau nazi. Tetapi, semangkin djauh masa perang itu kebelakang, semangkin kabur tjita2, semangkin besar tuntutan kepentingan sendiri2 dan perhitungan sendiri2 dan perhitungan jang didasarkan kepada pertentangan jang reeel. Itulah sebabnya maka UNO, suatu organisasi bangsa2 jang begitu besar, tidak mampu mengambil tindakan jang selajaknja dalam persengketaan kita dengan Belanda. Ceasefire diperintahkannja, tetapi Belanda leluasa sadja meneruskan tindakan militernja. Mengembangkan demokrasi dianjur2kannya, tetapi tindakan fascis jang dilakukan Belanda, dengan mendirikan pemerintah2 boneka sampai kedalam daerah de facto Republik Indonesia jang didudukinja, dibiarkan sadja oleh UNO.

Negeri2 besar demokrasi menjangka, bahwa mereka telah menghantjurkan nazi dalam perang dunia kedua ini, tetapi pokok2 dari pada fascisme itu mereka biarkan hidup kembali, jaitu pemerintah djadjahan. Belanda jang meringkuk lima tahun lamanja dibawah telapak kaki nazi Djerman, banjak mengetahui dari pada sistem nazi itu dan sekarang dipakainja terhadap daerah2 Indonesia jang didudukinja. Negara2 quasi-merdeka didirikan dengan suatu pemerintah boneka, jang hanja boleh melagukan lagu “his master voice”. Keganasan jang dilakukan oleh tentera Belanda didaerah2 jang didudukinja malahan melebihi lagi keganasan jg. Dilakukan Djepang dahulu di Indonesia selama masa pendudukannja. Pers Belanda sendiripun terperandjat melihat bukti2 jang njata itu.

Alasan jang dikemukakan oleh Belanda untuk menduduki Madura, jang katanja diminta oleh rakjat disana jang kekurangan makanan dan pakaian, adalah sama sekali metode fascis jang dilakukan dahulu oleh nazi-Djerman untuk menduduki Ustria. Kita tahu, bahwa Komisi Tiga Negara sendiri telah menjatakan kepalsuan alasan Belanda itu, setelahnja mereka sendiri menindjau ke Madura dan mendengar suara rakjat. Tetapi sikap apa jang diambil oleh UNO? Ada pula bajangan sekarang bahwa Belanda menjiapkan tenteranja, untuk menjerbu ke Djokja, apabila tuntutan2 mereka jang diluar dari segala kebenaran itu, tidak disetudjui. Apakah ini bedanja dengan perbuatan Hitler dahulu untuk mentjaplok Tjecho Slowakia ditahun 1939, sesudahnja diadakan perdjandjian Munchen jang mendjamin kemerdekaan negeri itu?

Dr. Van Mook mengadakan “dreamline”nja, garis impiannja jang tidak berdasar realitiet dan bertentangan pula dengan putusan Dewan Keamanan UNO. Kalau maksudnja itu tidak makbul, tentera Spoor bersedia menjerbu ke Jogja, katanja untuk menundukkan Republik jang “enkar”. Dalam pada itu Belanda telah berniat untuk mendirikan Negara Indonesia Serikat atas kuasanja sendiri jang menurut perdjandjian Linggardjati adalah usaha bersama antara pemerintah Nederland dengan pemerintah Republik Indonesia. Belanda selalu mengatakan akan mendjalankan perdjandjian Linggardjati, tetapi perbuatannja adalah bertentangan dengan huruf dan semangat perdjandjian Linggardjati itu. Trufnja jang penghabisan ialah, kalau Republik tidak mau tunduk, tenteranja akan dikerahkan serentak menduduki Jogja. Persis sistem dan perbuatan Nazi.

Tetapi kalau tentera Belanda sampai menduduki Jogja, maka akan bermulalah perang rakjat seluruh rakjat Indonesia – jang tidak berkeputusan terhadap Belanda sampai rubuhnya imperialis Belanda di Indonesia ini. Rakjat Indonesia sanggup berjuang berapa djuga lamanja untuk mempertahankan kemerdekaannja. Tentera Belanda jang beralat modern itu dapat menduduki kota2 dan melalui djalan2 besar, tetapi tanah Indonesia jang seluas itu tak akan terduduki olehnja. Dan setiap djengkal tanah Indonesia jang merdeka, lembah, hutan atau pegunungan, akan mendjadi pusat untuk perang gerilla bagi rakjat Indonesia jang lebih suka mati berkalang tanah dari pada hidup bertjermin bangkai. Dan setiap waktu Belanda tidak akan merasa aman lagi, dimana djuga ia berada. Pasukan gerilla Indonesia, dalam formasi atau sebagai orang seorang, akan tetap senantiasa mengganggu keamanannja.

Semuanja ini hendaklah dipikirkan oleh rakjat Belanda, sebelum pemerintahannja sempat mengadakan bentjana jang merugikan seluruh dunia, rugi dalam materieel dan tjita2. Rakjat Indonesia tidak bentji kepada rakjat Belanda, tetapi ia tjinta kepada kemerdekaannja. Bagaimanapun djuga dan apapun djuga jang terdjadi. Republik Indonesia terhadap rakjat Belanda tetap berpegang kepada manifest politiknja tanggal 1 November 1945, jang mendjadi dasar perhubungan baginja dengan bangsa2 didunia.

Perdjuangan Negara Republik Indonesia adalah perdjuangan keadilan, dan suatu waktu ia akan menang. Oleh karena itu rakjat Indonesia tidak akan djemu berdjuang, sampai tertjapai kemerdekaan tjita2nja.

Semuanja ini harus dipikirkan djuga oleh dunia internasional. Dunia akan rugi, ideeel dan materieel, apabila perang terus menerus terdjadi di Indonesia. Rugi ideeel, karena dengan itu dunia internasional menguburkan tjita2nja akan mendirikan dunia baru diatas keadilan, keamanan dan kemakmuran.

Rugi materieel, karena daerah Indonesia jang begitu kaja, berhenti menghasilkan bagi dunia. Sampai sekarang sadja telah ternjata, bahwa sejak aksi militer Belanda bermula, produksi mendjadi kurang. Belanda menduduki daerah2 jang terkenal sebagai lumbung padi, tetapi rakjat disana kekurangan makanan. Dan karena itu Belanda merasa terpaksa lagi untuk menduduki daerah baru untuk mendapat sumber bahan makanan. Tetapi semangkin banjak daerah jang subur didudukinja, semangkin kurang produksi, semangkin banjak penderitaan rakjat. Kebalikan dari pada dahulu, jang Republik sanggup menawarkan kelebihan bahan makanannja keluar negeri, sekarang telah terbajang bahwa Indonesia terpaksa meminta bantuan bahan makanan dari luar. Dalam pada itu, produksi barang lainnja tidak dapat berjalan dengan selamat.

Inilah akibatnja dari pada tindakan militer Belanda, jang harus dipertimbangkan benar2 oleh dunia internasional. Tidak menambah produktiviteit, melainkan mengurangkan produksi dan memusnahkan produktiviteit. Sebenarnja sama dengan akibat perang dimana2. Tetapi dapatkah ini dibiarkan dalam waktu jg disebut masa damai?

Tadi kukatakan, bahwa kemerdekaan kita bergantung sebagian kepada simpati dunia internasional kepada kita, sedangkan simpati itu tak dapat diharapkan akan berdasarkan tjita2 besar. Memang banjak negara jang ingin mereka itu berdasarkan kepada kejakinan bahwa – negeri jang merdeka lebih besar kemampuannja untuk menghasilkan bagi dunia dari pada negeri jang terdjadjah, Dalam beberapa hal negeri djadjahan mengadakan konkurensi, persaingan, jang tidak adil dalam perniagaan internasional, karena ditanah djadjahan upah buruh ditindis serendah2nja untuk memurahkan ongkos produksi. Akibat dari pada itu pula ialah bahwa tenaga pembeli rakjat djadjahan sangat sedikit, sehingga dunia internasional kehilangan pasar. Maupun dipandang dari sudut produksi maupun dari sudut konsumsi, kemerdekaan Indonesia, ne­geri jang begitu kaja hasilnja dan banjak penduduknja/ menguntungkan bagi dunia internasional ; Disinilah terutama letaknja simpasi dunia atas kemerdekaan kita. Simpasi dunia sebagian besar berdasar kepada ukuran jg objektief.

Apabila kita rakjat Indonesia dapat membuktikan bahwa kita sanggup menjamin produksi jang lantjar djalannja dan sanggup mengadakan pemerintahan jang teratur – a stable government – jang sanggup menegakkan hukum dan mendjaga keamanan hidup dan berusaha, – simpati dunia luaran itu akan bertambah kuat.

Itulah sebabnja, maka berkali2 kuutjapkan supaja rakjat kita tahu berdisiplin dan patuh kepada pemerintah. Dalam masa revolusi dan pergolakan sering2 rakjat jang patuh sekalipun keluar dari baris. Tetapi senantiasa mesti ada tindakan untuk memperbaiki diri sendiri, untuk mengadakan zelfcorrectie. Apalagi dalam perdjuangan kita seterusnja, untuk mempertahankan kemerdekaan itu, perlu ada disiplin, perlu ada persatuan jang erat dibawah pimpinan pemerintah, perlu ada perdjuangan dan usaha melihat kita mendjadi negara merdeka, tetapi keinginan jang teratur. Pendek kata organisasi negara dari masjarakat mestilah baik. Karena organisasi adalah pangkal dari pada kekuatan.

Tadi kukatakan, bahwa kemerdekaan kita selain dari bergantung kepada simpati dunia internasional, terutama bergantung kepada tenaga kita sendiri. Kekuatan tenaga sendiri itu bergantung sebagian pada kejakinan atas tjita2 kita dan sebagian atas organisasi negara dan masjarakat.

Bahwa kejakinan harus kuat, bahwa harus sanggup berkorban dan menderita, itu tak perlu dipaparkan lagi. Telah setiap hari dikobar2kan, dah setiap hari dibuktikan pula oleh pemuda jang berdjuang dan rakjat jang menderita.

Jang perlu ditindjau lebih dalam ialah keinsjafan tentang organisasi, karena organisasi adalah pangkal dari pada kekuatan. Kalau diperhatikan sedjak dari mulai Republik kita berdiri, organisasi kita, maupun negara atau masjarakat, ternjata bertambah baik. Pengalaman jang diperoleh menambah ketjerdasan dan ketjakapan bekerdja. Tetapi kemadjuan jang diperoleh sampai sekarang dalam organisasi negara dan masjarakat belum lagi sepesat jang kutjiptakan.

Sungguhpun begitu aku jakin, bahwa kemauan djiwa dan kekerasan hati untuk mengatasi segala kesukaran akan membawa kita lebih dekat kepada kesempurnaan.

Dalam menghadapi tahun jang akan datang ini, marilah kita perdalam keinsjafan dalam djiwa kita, bahwa kita harus menjempurnakan organisasi negara dan masjarakat dengan selekas2nja. Tudjuan ini akan lekas berhasil, apabila tiap2 warga-negara memenuhi kewadjibannja dengan bersungguh2. Pegawai negeri bekerdja dengan menumpahkan segala isi djiwanja, peradjurit berdjuang dengah tekad jang tak kundjung patah, dan warganegara lainnja memberikan bantuannja dengan sepenuh2 hati sampai kebatas kesanggupannja jang penghabisan. Negara kita adalah negara jang masih dalam perdjuangan, dan marilah kita tumpahkan segala minat kita kepada perdjuangan, perdjuangan jang akan menentukan mati hidup kita sebagai bangsa.

Tetapi organisasi negara, kita harus mentjapai pemerintahan jang lebih efektief. Pengalaman dimasa jang lalu didjadikan petundjuk untuk mengadakan perobahan dan perbaikan. Pemerintahan demokrasi djanganlah hendaknja djadi pemerintahan jang banjak memakan ongkos. Karena djika administrasi pemerintahan terlalu banjak memakan biaja negara, maka kuranglah belandja jang dapat dipergunakan untuk memadjukan pengadjaran, keselamatan dan kemakmuran rakjat. Demokrasi bermaksud supaja urusan mengatur hidup sendiri sebanjak2nja diserahkan kepada rakjat sendiri, dan bukan dikerdjakan oleh pegawai negeri. Semangkin rendah tingkat pemerintahan, semangkin sedikit ia harus memakai ongkos dan mempergunakan pegawai. Pemerintahan desa atau negeri atau warga seharusnja sedikit sekali memakai biaja, karena ia boleh dikatakan pemerihtahan dari pada rakjat sendiri dengan tiada memakai pegawai ketjuali dua tiga. Pembajaran wang duduk pada anggota dewan perwakilannja tak perlu diadakan, karena anggota itu tidak bersidang sepandjang waktu, hanja beberapa kali sadja sebulan. Lingkungan desa pun tak luas, sehingga perdjalanan anggota kesidang tidak perlu dengan kenderaan jang dibajar.

Tentang organisasi masjarakat, disini besar tanggung djawab partai2. Partai2 hendaklah memberi djiwa kepada rakjat, menuntun rakjat dalam perdjuangan kita menentang agressie Belanda. Betapa djuga besarnja perbedaan paham dan ideologi antara partai jang satu dengan jang lain, lebih banjak dan lebih besar lagi persamaan maksud dan tudjuan antara segala partai itu, jang semuanja itu boleh dan musti mendjadi ikatan persatuan dalam membela tjita2 negara. Kerdjasama antara partai2 akan memperkuat organisasi masjarakat. Djuga partai2 itu sendiri harus mengadakan perbaikan didalamnja, supaja ia berupa suatu badan jang hidup dan tumbuh.

Dimasa jang baru lalu ini ada partai atau perkumpulan jang meminta biaja kepada Pemerintah. Inilah ada suatu dasar jang salah, jang bertentangan dengah tjita2 demokrasi. Sebab, djika Pemerintah harus membiaja partai2 maka lebih baik pemerintah sendiri mengadakan suatu Partai Negara, jang satu itu sadja dalam masjarakat, dengan Partai Negara itu kita menjimpang dari garis demokrasi.

Partai mesti hidup dari ijuran anggotanja, dan ijuran itu pulalah jang mendjadi tali ikatan semangat antara partai dan anggota.

Mudah2an dalam tahun 1948 ini kita sanggup menjempurnakan organisasi negara dan maajarakat kita, – se­hingga seluruh Republik mendjadi suatu kesatuan organisasi jang berdjuang, dengan api semangat jang tak kunjung pada.

Marilah saja kuntji pidato ini dengah sembojan kita, jang tetap mendjadi pedoman perdjuangan kita “Sekali merdeka, tetap merdeka”

Posted in pidato indonesia, Uncategorized | Tagged , , | 1 Comment

Pidato Presiden Soekarno tgl. 1 Djanuari 1948 ditjorong Radio Republik Indonesia Djokjakarta.

Saudara2 sekalian diseluruh Indonesia.

Dan semua pendengar jg mendengar pedato saja ini.

Pada hari ini masuklah Republik Indonesia dalam tahun kalender ke 4-nja.

Saja mengutjapkan banjak2 terima kasih kepada semua fihak jang telah rnenjampaikan utjapan selamat kepada Republik Indonesia dan kepada persoon saja sendiri sebagai Presiden dan saja mendo’a pula kepada Allah Subhanahu Wataala, agar saudara2 dan mereka itu dalam tahun 1948 dan selandjutnja senantiasa dalam pemeliharaan Tuhan sebaik-baiknja. Tahun 1947 sudah dibelakang kita. Alangkah beratnja tahun 1947 itu, bagi Republik dan bagi banjak orang didalam Republik.

Didalamtahun 1947 itu petjahlah peperangan jang dihantarkan kepada tubuh Republik, peperangan jang dalam sifatnja, bukah aksi polisionil, (djuga menurut fihak luar negeri), tetapi adalah suatu peperangan kolonial. Dalam tahum 1947 itu bertambahlah penderitaan Rakjat kita sebagai akibat peperangan itu, banjakmanusia jang mati, perempuan djadi djanda, anak2 djadi jatim piatu ; rumah2 musnah terbakar; banjak orang jang tadinja dalam keamanan dan kebahagiaan, sekarang hidup dalam pengungsian, karena tetap tjinta kepada kemerdekaan.

Kepada semua orang2 ini saja sampaikan salam hormat saja.

Assalamu’alaikum, saudara2ku.

Moga2 Tuhan senantiasa serta dengan saudara2, moga2 tidak akan tersia2 pengorbanan saudara2 oleh Tuhan.

Apakah bedanja aksi polisioneel Belanda itu pada hakekatnja dengan peperangan Atjeh, Bali, Lombok; Bone dan lain2.

Pada hakekatnja tidak ada, dan malahan sebagai peperangan kolonial terdulu itu, kita dalam peperangan sekarang inipun melihat, bahwa orang2 Indonesia-lah jang dipakai untuk memerangi bangsa Indonesia.

Tetapi dalam alamnja adalah perbedaan jang besar sekali antara peperangan kolonial dulu itu dengan peperangan kolonial sekarang.

Peperangan di Atjeh, Bone, Bali, Lombok dll daerah itu ; dilakukan atas rakjat jg belum ada kesedaran nasional, atas rakjat jang sudah barang tentu biarpun begitu, tidak suka didjadjah; tetapi peperangan kolonial sekarang adalah peperangan atas rakjat jang sudah ada kesedaran nasionalnja. Djiwa natie, djiwa bangsa jg bersemajam dalam kalbunja; jiwa kemerdekaan berkobar2 dalam tubuhnja. Rakjat Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannja dan telah mengetjap kebahagiaan kemerdekaan 2 tahun, dan tetap mau mengetjap kemerdekaan itu seterusnja.

Alam internasionalpun lain dari pada jang dulu. Dulu politik rakjat bukan politik dunia, ekonominja bukan ekonomi dunia.

Dulu Atjeh dapat ditundukkan, Bone dapat dihantjurkan, Bali, Lombok dapat dikalahkan dan dunia tidak mau tahu menahu dengan ini, tetapi sekarang dunia tahun 1947 bukan dunia tahun 1900, dan malahan bukan dunia 10 tahun jang lalu. Dunia tahun 1947 adalah dunia jang menerangi dan mengalami perang dunia ke II jang baru berachir; semenjak itu kebahagiaan, faham demokrasi, keadilan dan kemanusiaan didengung2kan. Sembojan2 itu tidak dilupakan.

Karena alam jang berlain antara dunia dulu dan sekarang itulah maka perang kolonial terhambat djalannja.

Segenap rakjat Republik, 60 djuta itu, laki2 perempuan; tua muda; telah bersatu dalam “peoples’s defence”. Anasir2 progressief sedunia telah memprotes perang kolonial.

Dewan Keamanan tjampur tangan. Kini Panitia Komisi Tiga Negara berada di Indonesia untuk mentjari penjelesaian Indonesia dan Belanda.

Sedari semula kita sambut Panitia itu dengan gembira, sebagai duta Peri Kemanusiaan.

Segala usul2 Panitia Komisi 3 Negara, jang menudju penjelesaian pertikaian pada pokoknja kita terima. Segala penjelidikannja kita permudah, sebab kita bangsa Indonesia, memang tjinta damai; kita hanja mengangkat sendjata kalau kita diserang.

Tjoba buka buku sedjarah Indonesia, bahkan sedjarah Asia, Mataram I, Madjapahit; Mataram II, tuan akan lihat bahwa kita tidak pernah menjerang, djika kita tidak diserang dulu. Semua peperangan kita bersifat defensief dan diatas tanah air kita sendiri.

Selama air sungai masih mengalir kelaut,
Selamat air laut masih asin,
Kita tetap tjinta akan damai
.

Sedari semua kita menerangkan, bahwa soal Indonesia dan Belanda bukan satu soal dalam negeri, bukan soal Indonesia sadja, atau soal Belanda sadja, tetapi adalah soal dunia, soal internasional.

Panitia Komisi 3 Negara diutus kemari.

Kita wadjib menerimanja dengan baik, sajang Pan­itia itu tidak diberi kekuasaanarbitor.

Alangkah djahatnja orang2 jang hendak membinasakan Republik, mengatakan kita kaum isolasionist, kita bukanisolasionist, tetapi kita di-isoleerkan.

Nasionalisme kita sedar, bahwa ia hidup dalam suatu “historisch paradox”. Nasionalisme kita mentjoba menghantjurkan ekonomi kolonial, tetapi bukan hendak menggantinja dengan ekonomi nasional. Kita dengan “bewust” mentjari hubungan dengan dunia. Inilah sebab maka kita menolak usul untuk menganggap urusan Indonesia sebagai soal dalam pagar, sebagai soal dalam negeri.

Indonesia mengerti, bahwa diatidak akan subur dengan menjandarkan diri kepada susunan nasionalisme sadja, ia mengerti; bahwa iamesti bersandar kepada internasional.

Oleh sebab itu, saja minta kepada dunia, supaja tetap memperhatikan soal Indonesia, tetap membantu kami, bantulah tetap; supaja segala soal Indonesia dan Belanda diselesaikan dan kemerdekaan Indonesia dipelihara, karena hanja dalam kemerdekaan, kita dapat menjumbangkan kekajaan Indonesia dengan sebaik2nja kepada dunja. Indonesia ingin turut membangun dunia baru. Sungguh kita tjinta damai, kita jakin bahwa semua pende-ngarpun tjinta damai, tetapi jakinlah, bahwa tidak mungkin ada perdamaian lama, apalagi jang kekal; kalau tidak semua rakjat didunia merdeka, tidak mungkin perdamaian lama, kalau dunia separoh merdeka separoh lagi budak, seperti kata Lincoln. Tidak mungkin perdamaian lama, kalan sebagian dunia mewah hidupnja, jang sebagian lagi hidup dalam kepapaan.

Kita bangsa Indonesia menerima baik duta2 Komisi 3 Negara, bersedia dijakini oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa itu, sebaliknja semua orang mesti mengerti; bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa pun tegak dimuka sedjarahnja. Apakah Perserikatan Bangsa-Bangsa benar2 menghendaki kemerdekaan untuk seluruh Bangsa-Bangsa, besar atau ketjil?

Sudah sampai kita kepada tijd-nja untuk mendjawab: “Bolehkah bangsa satu, mendjadjah jang lain, kalu jang lainitu tidak setudju?”

Saudara2 bangsa Indonesia, dari daerah Republik atau bukan dari daerah Republik, dimana sadja saudara berada.

Tahun 1947 sudah dibelakang kita, tahun 1948 mengadjak kita berdjalan terus. Karena sedjarah berjalan terus.

Saja tidak mengetahui apakah tahun 1948 ini akan berat atau tidak, memang hanja Tuhan sadja jang dapat mengetahui jang belum terdjadi. Permohonan kita kepada Tuhan agar dapatlah terlaksanakan penjelesaian soal Indonesia Belanda dengan damai.

Tetapi ada sjarat2 mutlak jang tidak terikat kepada tahun 1947, tahun 1948, tahun 1949 atau 1950 jang harus kita penuhi, agar dapat kita tjapai kemerdekaan jang sesentosanja. Sjarat2 ini mengenai diri kita sendiri, lahir dan bathin.

Penuhilah sjarat2 ini, Insja Allah, kemenangan pasti akan dapat.

Lahir dan bathin kita semua kuat, sudahkah bathin kita semua sehat ?

Masihkah kita tertarik kepada materieel dari pendjadjahan ?

Beberapa orang bangsa kita sendiri menentang Republik, mereka dengan terang2an mengatakan perbuatan mereka contra revolusi. Memang perbuatan kita revolusi, dan jang menentang kita contra-revolusionair.

Revolution rejects yesterday, dan siapa jang hendak mengembalikan zaman kemaren itu, ialah contra-revolusionair.

Saudara2 sedjumlah 70 miljun.

Marilah kita perkuat bathin kita dan marilah kita bermohon kepada Tuhan supaja bathin kita djangan lemas.

Sudahkah bathin kita bersatu? Djanganlah kita termasuk kedalam perangkap “Divide et Impera”.

Kita adalah satu. Tjita2 kita adalah satu.

Ekonomi kita ada jang buruk, ada jang baik, ada jang sedang.

Ethnologie kita ada jang Sunda, ada jang Djawa, ada jang Makassar dan lain2.

Religie kita ada jang Islam, ada jang Kristen.

Tetapi “Djagalah, politik kita adalah satu.” Bahgsa Indonesia mempunjai tjita2 satu, djangan kita bertjerai berai karena soal unitaristis.

Bangsa Indonesia boleh mempunjai daerah otonomie, tetapi kita tetap bersatu, peraturan2 tentang otonomie sudah lama ada, dan sedikit hari lagi akan diumumkan. Memang otonomie disetudjui, karena negara Indonesia adalah negara demokrasi, negara kedaulatan rakjat.

Djasmani kita boleh terpisah karena garis2 demarkasi, karena lautan, tetapi bathin kita semakin dahaga ke­pada persatuan.

Perdjuangan saudara2 didaerah pendudukan, didaerah seberang, adalah perdjuangan kita djuga dan tanggung djawab kita semua.

Demikian pesan2 saja mengenai bathin.

Djuga mengenai lahir saja berpesan : Sempurnakanlah organisasi negara, pertahanan, ekonomi, pendidikan, kepolisian; administrasi dan lain2.

Marilah kita dinamis, marilah kita giat, marilah kita mandi keringat, marilah kita kerta. Karena bangsa jang tidak begitu, akan tenggelam. Ingatlah, Modjopahit tenggelam, karena kehilangan Kertanja.

Tahun 1947 sudah lampau, dan tahun 1948 kita masuki. Soal2 1001 matjam minta dipetjahkan, kadang2 kita bingung, tetapi djanganlah menanja: “Inikah kemerdekaan? Tidakkah kemerdekaan menjelesaikan soal?

Orang2 jang menanja seperti ini, adalah orang jang putus asa.

KEMERDEKAAN BUKAN MENJELESAIKAN SOAL, TETAPI MENIMBULKAN SOAL2.

Demikianlah utjapan saja pada tahun baru ini, pada semua bangsa diluar pagar, dan djuga kepada bangsa Belanda, saja harap dalam tahun 1948 akan dapat berdjabatan tangan.

Kepada bangsa Asing saja menjampaikan salam, bekerdja samalah dengan bangsa Indonesia dalam suasana jang sebaik2nja.

Marilah kita memasuki tahun 1948 ini dengan bermohon kepada Tuhan Subhanahu Wataala:

HIDUPLAH REPUBLIK INDONESIA,
HIDUPLAH DEMOKRASI,
HIDUPLAH PERSATUAN BANGSA-BANGSA,
HIDUPLAH PERSAUDARAAN DUNIA.
MERDEKA, SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA

(Penulisan sesuai dengan tata penulisan ejaan bahasa Indonesia waktu itu)

Posted in Uncategorized | Tagged | 4 Comments